Archive for the 'NUKAT' Category

14
Jun
09

Senyum dari Madrasah

(13)   Ada   “ setan ” dari   “ karet “ di  …  roda ?

“Daripada ngapalinmahfūzhōt mendingan juga ngumpulin mahfazhōt”, omel si Salim dalam hati selepas mengumpulkan hasil ulangan tertulis “mahfūzhōt”-nya di meja guru. Dari dahulu, dia memang sangat tidak suka dengan semua pelajaran yang berbentuk hafalan, makanya iapun langsung melampiaskan kekesalannya tentang ulangan hari ini lewat omelan tadi.

Pada kesempatan pelajaran “mahfūzhōt berikutnya, ia dipanggil guru ke depan kelas dan mendapat marah. Apa pasal ? Selain nilainya “jeblok” iapun dimarahi karena menuliskan “omelan” kesalnya di lembar jawaban ulangannya itu. Disamping itu sang guru juga merasa dilecehkan karena jawaban-jawaban yang dibuat Salim sudah termasuk kategori “mempermainkan” pelajaran sekaligus guru yang mengajarnya. “Salah satu contohnya adalah : soal isian nomor 7 yang berbunyiAl-‘ajalatu min al-……. “. Jawaban yang benar seharusnya adalah “mina ‘s-syaithōn”, tetapi kamu mengisinya dengan jawaban “mina ‘l-maththōt”, jadi apa maksudmu dengan semua ini, Salim ?!”, hardik sang guru dengan agak marah.

Dengan entengnya si Salim menjawab begini : “Pak, apa yang salah dengan jawaban “al-‘ajalatu mina ‘l-maththōt” ( roda / ban itu terbuat dari karet ), roda / ban memang terbuat dari karet kan pak ?”. “Iya, betul, tetapi al-‘ajalatudisini artinya adalah terburu-buru, bukannya roda atau ban, Salim !, dan arti lengkap pribahasa itu adalah :Terburu-buru adalah salah satu sifat setan”. Lalu apa pula hubungannya antara mahfūzhōt dengan mahfazhōt ?”. Salim sebenarnya sudah tidak mau menjawab lagi, tetapi karena takut iapun menjawabnya juga : “Kan menghafalkan mahfūzhōt itu bikin otak kita jadi pusing … pak, lebih baik mengumpulkan mahfazhōt ( dompet ) sajalah !”. Tapi ngomong-ngomong ngumpulin dompet itu maksudnya apa ya ?  Koleksi dompet atau Korek isi dompet orang ya ? Au .. ah, gelap !  


(14)   Pelajaran “ at-tash-rīf ” yang  serasa  …  cokelat.

Masih ingat atau pernah dengar tentang pelajaran “at-tash-rīf yang diajarkan di madrasah-madrasah model lama ?. Itu lho, ( di kita hanya terbatas pada ) pembahasan mengenai pengubahan fi’l ( kata kerja ) sesuai dengan subjeknya yang berupa dhomīr/dhomā-ir ( kata ganti seperti huwa s/d nahnu ). Sebuah pelajaran yang amat membosankan dan tidak pernah di-link and match-kan dengan pelajaran-pelajaran bahasa arab lainnya.

Tapi aku malah seneng lho belajar tash-rīf, karena romantis !”, kata Hadi suatu kali pada teman sekelasnya, Komar. “Romantis dari Hongkong ?”, tukas lawan bicaranya. “Eeh … nggak percayaan ya kalo dibilangin, ini contohnya : Fi’l mādhi  “kataba” ( menulis ) kalo di-tash-rīf-in kan begini : huwa kataba, humā katabā, hum katabū, hiya ke tebet … “.  “Stop … stop ! Ngaco aja kamu. Mana ada bahasa arab hiya ke tebet, yang ada juga hiya katabat. Tunggu … aku ingat sekarang, pasti hiya ( dia ) disitu maksud kamu adalah si Nurul ya, yang sering main ke Tebet, ke rumah uwa’nya yang tetanggaan dengan rumahmu, iya … kan ?, dasar playboy !”. “Itulah romantisnya belajar tash-rīf. Ngiri … ya kamu ?. Memang agak aneh juga ya, tetapi begitulah. Malah menurut Gombloh yang penyanyi sekaligus pengarang lagu itu : “Bila cinta sudah melekat, pelajaran tash-rīf-pun serasa cokelat”.

(15)   Tak  boleh  ada  dusta dalam  pelajaran “ at-tash-rīf ”.

Lain lagi ceritanya dengan Halimah ( namanya seperti jenis virus ya : H5h ). Siswi gembul yang senang nongkrong di kantin ini paling tidak suka dengan pelajaran tash-rīf ( juga pelajaran-pelajaran yang lainnya ) kecuali seni suara dan pkk yang ada praktek masaknya.      

Suatu hari saat pelajaran tash-rīf berlangsung, tokoh kita ini mendapat giliran untuk men-tash-rīf-kan sebuah fi’l mādhi yang boleh ia pilih sendiri fi’l-nya. Maka pilihannyapun jatuh pada “akala” ( makan ) sebagai fi’l favoritnya. Lalu diapun mulai melantunkan senandungnya dengan lantang : Huwa akala, humā akalā, hum akalū, hiya akalat, humā akalatā, hunna akalna … dst. Tetapi ketika sampai pada bagian sebelum akhir yaitu pada dhomir “anā”, ia berhenti, terdiam dan diam terus. Sang gurupun lantas bertanya mengapa ia berhenti, dan dengan entengnya teman kita ini menjawab : “Pak, berbohong itu kan dosa ya ?, dan aku paling tidak suka berbohong”. “Iya benar, lalu apa hubungannya dengan tash-rīf-mu ini ?, sang guru balik bertanya. “Pak, anā akaltu itu artinya kan : aku (sudah) makan, lalu kalau aku ucapkan kalimat tersebut …  itu sama saja aku berbohong. Sungguh mati pak, dari pagi aku belum makan kecuali cuma sarapan nasi uduk doang !”. Seisi kelaspun riuh dengan gelak dan tawa, kecuali kawan kita ini. Ia mendapat hukuman dengan harus menulis kalimat “Akal-tu ‘s-samakata hattā ro’sihā” ( Aku makan ikan itu sampai bagian kepalanya ) sepapan tulis penuh. Yā bint, dzambak ‘alā bathnak eh … ‘alā gambak ba-ā. But it doesn’t matter …, you’re so amazing, gal !


(16)   “ Fi’l ” terpendek  di  dunia ini  bisa  masuk  MURI  ‘nggak  ya ?

Dua siswa terbaik dari kelas 3 sebuah ponpes yang mulai “modern” ( karena siswa-siswinya diwajibkan berkomunikasi harian hanya dengan bahasa arab dan inggris tok ) terlibat dalam pertarungan dwi bahasa berbentuk tebak-tebakan iseng tak bertajuk. Kadir yang mengaku sebagai Cat Steven ( Yusuf Islam ) dari Bangkalan mewakili zona English, sedang Zulham yang mengaku sebagai ‘Amr Diyab dari Solok mewakili zona Arabic.

Berdasarkan suwitan ( undian jari ), Kadir yang memulai terlebih dahulu. “Cak ham-Zulham, coba cari sebuah kata dalam bahasa inggris, yang antara huruf pertama dan huruf terakhirnya ada … 1 mil !. Hayo, maté sampeyan !” tantang si Kadir dengan logat “British”-nya yang medok. “Mana ada kata yang lebih dari 1 mil, paning bana ambo ni”, fikir si Zulham dalam hati. Beberapa menit berlalu tanpa ada tanda-tanda kehidupan. Dan bersamaan dengan mulai menetesnya keringat dingin serta berakhirnya hitungan kedelapan, Zulham-pun melempar handuk putihnya tanda menyerah. “Jawabannya adalah ……. sMILe. Coba cermati, bukankah antara huruf pertamanya (s)  dan huruf terakhirnya (e) ada … 1 (mil), tak iye ?”, ujar Kadir penuh bangga. Zulham-pun manggut-manggut puas, dan tanpa sungkan iapun mengangkat tangan kanan Kadir tinggi-tinggi dengan penuh sportivitas.

Kini giliran Zulham berlaga. “Ayo uda Kadir, tunjukkan sebuah fi’l ( verb/kata kerja ) yang paling pendek dari bahasa asing apa saja !”. Tak sampai satu menit, Kadir-pun menjawabnya dalam dua bahasa sekaligus dengan keyakinan penuh :Go ( pergilah ) dan qif ( berhentilah )”. “Keduanya masih salah uda, karena go dan qif itu kan masing-masing terdiri dari dua huruf. Masih ada yang lebih pendek lagi kok !”, ujar Zulham. Malu tak malu dan mau tak mau karena tidak juga menemukan jawabannya, akhirnya Kadir-pun memukul matras tiga kali sebagai tanda menyerah. “Jawabannya adalah qi ( lindungilah ) dan ro ( lihatlah ). Bukankah masing-masing fi’l itu hanya terdiri dari satu huruf yaitu (qōf) dan (rō’) !”, tandas Zulham penuh kemenangan. “Masa lupa sich, kan tiap hari selalu kita baca dalam do’a sapu jagat ini :  …. wa qi-nā ‘adzāba ‘n-nār !. Qi adalah fi’l amr dari fi’l tsulātsī mujarrod “waqō” dari kelompok lafīf mafrūq atau multawī, sedangkan ro dari fi’l “ro-ā” yang berasal dari spesies mahmūzh ‘ain/nāqish lām. Sudah ah … capek !” Zulham menambahkan. Wow … mumtāz !, jangan-jangan Zulham ini pernah di Thowalib dan jadi calon penerusnya buya Mahmud Yunus atau buya Hamka nih !?.

(17)   “Pandangan”  pertama  …  saat  kita  berjumpa  !.

Lima orang santri-wan remaja yang sedang asyik menikmati libur akhir tahun mereka di kampung, entah bagaimana mulanya tiba-tiba saja sudah terlibat dalam sebuah obrolan serius tentang masalah cinta.

“Kalian masih pada ingat ‘nggak dengan ungkapan bahasa arab ini : Nazhrotun, fa-‘btisāmatun, fa-salāmun, fa-kalāmun, fa-mau’idun, fa-liqō-un … ( saling pandang, lalu saling tersenyum, lalu saling tegur sapa, lalu ngobrol, lalu bikin janji, lalu ketemuan … ) ?, katanya merupakan proses awal bagaimana dua orang sampai bisa jatuh cinta, tapi aku kok nggak sepenuhnya setuju”, kata Asep, sang tuan rumah. “Kenapa ? kan memang begitu adanya. Coba dengar pantun ini : Dari mana datangnya lintah … dari sawah turun ke kali, dari mana datangnya cinta … dari mata turun ke hati”, timpal si Baim. “Itu dia. Lagi-lagi dimulai dari mata. Lalu bagaimana dengan saudara-saudara kita yang tuna netra ?, sanggah Asep agak trenyuh sehingga yang lainnya jadi ikut terdiam.

“Ok. Kita tinggalkan dulu soal tuna netra ini. Aku mau nambahin ungkapan Asep tadi dengan yang lagi nge-trend akhir-akhir ini, yaitu … fa-‘ttifāqun, fa-khithbatun, fa-zawājun, fa-haflatun, fa-syahru ‘asalin, fa-‘khtilāfun, fa-‘ftirōqun, fa-tahākumun, fa-tholāqun … ( lalu saling cocok, lalu lamaran, lalu menikah, lalu pesta, lalu berbulan madu, lalu bertengkar seru, lalu pisah-rumah, lalu ke pengadilan, lalu … cerai ) iya kan ? kaya para seleb di negeri ini”, kata Jamil sok kritis. Ketika diskusi mereka semakin seru, tiba-tiba seorang pengemis buta muncul dan langsung lenyap setelah menerima shodaqoh. “Itu lihat pengemis buta tadi, meski tidak mempunyai nazhroh ( daya lihat ), tetapi kan masih memiliki bashīroh ( mata hati ), jadi dia masih bisa berkegiatan normal seperti yang lainnya”, si Jamil kembali nyeletuk. “Tetapi yang masih aku ‘nggak mengerti adalah bagimana proses jatuh cintanya mereka ?” kejar si Asep masih penasaran. “Gini … Asep nu kasep, tolong disimak baik-baik ya kata-kata bijak ini : Al-lisānu yanfudzu mā lā tanfudzu-hu ‘l-ibrotu ( lidah/kata-kata itu mampu menembus sesuatu yang tak sanggup ditembus oleh tajamnya jarum, yaitu hati ), artinya senjata para tuna netra itu adalah kata-kata, plus perasaan plus penciuman, faham ?. Tapi ngomong-ngomong kenapa sih Sep, manéh téh ( kamu ini ) peduli amat pada problema kaum tuna netra, jangan-jangan aya naon-naon na yeuh ( ada apa-apanya nih )… ?”, sela Ikin Sodikin penuh curiga. Sang pemikir yang sedari tadi hanya diam saja ini akhirnya ikut buka suara juga.

“Masa kalian pada lupa sih, waktu di kereta tempo hari … si Asep kan beberapa kali mencoba menegur seorang cewek manis – yang duduk di seberang kiri deret kursi kita – dengan cara mengerdipkan mata, tetapi si ‘cah ayu itu kok hanya meneng ae ( diam seribu basa saja ) sehingga membuat Asep semakin penasaran. Ironisnya kita baru tahu kalau ternyata si gadis itu buta ketika ia turun di stasiun Balapan, Solo. Ingat nggak ?” jelas si Iwan membuka rahasia. Oooh … pantas saja !. Rupanya pemeo Love is blind ( Cinta itu buta ) itu memang benar-benar ada ya, dan buta ( raksasa )-nya telah memangsa si Asep yang kemudian terkena sindrom Falling in love at first sight ( Jatuh cinta pada “pandangan” pertama ) lalu hatinya terseret dan terdampar sesat di stasiun Balapan ?. Jadi nasibnya sama dong dengan mas Didi “Cucak Rowo” Kempot yang juga punya kisah sedih di stasiun  yang sama ?!. Aduh … kasihan dech … lu !

17
Mar
09

berbahasa sambil tersenyum

(1)  antara  “petani”   dan    “tikus  yang  numpang  lewat”

 

         alkisah, suatu hari seorang pengawas pendidikan sedang mengadakan sidak ( inspeksi mendadak ) ke sebuah sd di pinggiran kota cairo. sang penilik secara acak langsung masuk ke ruang kelas 4 yang kebetulan sedang belajar bahasa inggris.

 

         setelah sedikit basa-basi, beliaupun mengajukan beberapa pertanyaan berupa test kosa-kata dasar bahasa inggris kepada para murid. “bahasa inggrisnya mudarris ( guru ) apa ?” tanyanya yang langsung dijawab oleh murid yang duduk paling depan : “teacher !”. “good !” kata si penilik. dan setelah mengajukan kira-kira 5 buah pertanyaan yang kesemuanya dijawab dengan cermat dan benar oleh para murid, akhirnya sang penilik memberikan pertanyaan pamungkasnya : “apa bahasa inggrisnya fallāh ( petani ) ?”.  seisi kelas terdiam, tak ada yang dapat menjawab. beberapa menit berlalu terasa sangat lambat, pak gurupun mulai gelisah dan meneteskan keringat dingin. tetapi tiba-tiba, seorang siswi tambun yang duduk di baris paling belakang mengangkat tangannya sambil berteriak keras : “fa’r  marr !”. “ahsant ! ( bagus )” kata si penilik yang merasa mendengar kata “farmer” diucapkan dan langsung menyalami sang guru seraya memujinya. seisi kelaspun sontak gembira meski agak sedikit bingung dengan kejeniusan si gendut yang tiba-tiba itu.

 

         usut punya usut, rupanya si jenius ( yang sebenarnya agak o’on itu ) ketika meneriakkan kata fa’r marr  sambil mengangkat tangannya bukan untuk menjawab pertanyaan sang penilik, melainkan lantaran saking terkejutnya melihat seekor tikus yang melintas di langit-langit bagian atas papan tulis, ia secara spontan menunjuk ke arah atas sambil meneriakkan kata-kata tadi. maksudnya adalah “ada tikus (fa’r) melintas (marr)“. kedengarannya memang seperti lafal “farmer” kan  ya ?  wéléh wéléh ! bravo gal ! sebuah blessing in disguise kayaknya !.

 

(2)  horree    aku  dapat  kenaikan  pangkat  istimewa  !

 

         orang mesir memang terkenal kepandaiannya dalam “ber-mujāmalah” atau berbasa-basi. apalagi dalam perihal sapa-menyapa terutama dengan orang yang baru dikenal. maka kata-kata indah akan dengan lancar meluncur dari bibir mereka, dan jangan heran bila kelak anda akan disapa dengan sanjungan- sanjungan selangit, semisal : “yā royyīs !” ( wahai presiden ! ), “yā kabtin ! ” ( hai kapten / komandan ) atau “yā afandim” ( wahai tuan yang mulia ! ). bila anda seorang perempuan, berbahagialah dengan teguran-teguran aduhai seperti berikut ini :  yā hilwah” ( hai cantik ! ), “yā amar” ( wahai rembulan ! ), “yā ammūrah” ( wahai tuan puteri ! ) dan seterusnya. iiih … aku jadi tersanjung deh !

 

         seorang prajurit anggota pasukan garuda kita yang berpangkat kopral dan baru bertugas di buffer zone, suez ketika sedang berjalan-jalan di kota cairo dengan berpakaian sipil, menjadi salah tingkah tatkala seseorang mencolek dan menegurnya hangat sambil segera berlalu : “kabtin ! izzayyak ? ” ( hai kapten ! apa kabar nih ? ). sang kopral sambil tersenyum bangga berkata pada rekan di sebelahnya yang berpangkat sersan : yo opo rek, mosok sih aku dada’an naek pangkat langsung dadi kapten ee ! wogé-ér nih yeee ?

 

(3)  heh   isteriku  melahirkan  ???  al-hamdu li ‘llāh  !

 

         bercukur rambut ala dpr ? wah … asyik tuh, apalagi bila dpr ( dibawah pohon rindang )-nya berlokasi di tepi sungai nil yang terkenal jernih dan tenang serta dengan angin semilirnya yang tidak lembab itu, aduh … komplit deh !. coba bandingkan dengan bercukur ala dpr yang ada di taman oerip soemoharjo, jakarta timur atau bahkan yang di sekitar kebon raya bogor !?, pasti sama … yaitu sama-sama mengantukkan alias bikin ngantuk. sudah murah, meriah lagi ( karena ditonton banyak orang yang lalu lalang ).

 

         suatu hari, seorang lelaki gemuk berusia sekitar 30-an sedang terkantuk-kantuk ni’mat ketika bercukur dpr di tepian nil di sekitar kawasan ‘agouzah, guizah ( seberang cairo ). tiba-tiba seorang pemuda gondrong dengan berlari-lari kecil datang menghampiri dan menepuk badan tokoh kita yang rada tambun ini seraya berkata dengan suara tersengal-sengal : “ mitwalli, yallā irga’ ‘awām ( hei mitwalli, ayo cepat pulang ) isterimu mau melahirkan tuh … !”. karena kaget, tanpa berfikir panjang lagi iapun segera beranjak dari kursi cukurnya lalu berlari dengan amat berat. baru beberapa langkah terayunkan iapun segera menghentikannya, lalu berfikir sejenak. kemudian dengan gontainya iapun kembali ke kursi dpr-nya sambil bergumam dan tersenyum kecut  : “ah … bodohnya aku. namaku kan madbūli, bukan mitwalli, lagi pula aku belum menikah, lalu buat apa tadi aku mau pulang segala ?”. aduh, kasian deh … lu, dikerjain orang iseng. makanya … cepat kawin dan suruh isterimu segera melahirkan !. biar ‘nggak kecelé.

 

(4)  pernah  dengar  riwayat  maulid  al-barzanji  “ made  in  japan “ ?

 

         teman-teman mahasiswa asal betawi di cairo biasanya mengadakan pertemuan rutin sebulan sekali. kadang-kadang, acara diisi pula dengan “maulidan” lewat pembacaan “riwayat kelahiran nabi saw.” ( yang

secara keliru disebut dan dikenal dengan istilah pembacaan rawi ).

 

         pada suatu kesempatan pembacaan “rawi” yang berbentuk prosa karya syeikh ja’far al-barzanji, seorang teman yang terkenal bersuara indah dan sangat fasih, diminta untuk membacakan fasal terakhir yang berada persis sebelum fasal yang berisi do’a. ketika kami tengah asyik menikmati merdunya suara si pembaca dan indahnya isi prosa tersebut, tiba-tiba – di bait sebelum terakhir, sebagian hadirin yang eling menangkap sebuah keganjilan pada bacaan teman tadi. jelas saja teman-teman yang mengerti hal ini jadi tersenyum geli, sementara teman-teman lainnya hanya bisa bengong kebingungan melihat sebagian kami pada tersenyum sambil memamerkan gigi betawident-nya. apa pasal ? what’s wrong with this recitation ? makanya lain kali, pada nyimak dong !.

 

         rupanya bait yang seharusnya berbunyi begini : “wa hā hunā waqofa binā jawādu ‘l-maqōli ‘ani ‘t-thirōdi fi ‘l-halbati ‘l-bayāniyah( “sampai disinilah kuda pacu ini menghentikan kita dari terus menebar kata lewat arena lomba yang penuh dengan uraian-uraian indah” ), entah ia sadar atau tidak, satu potong kata terakhir dari bait ini dibaca keliru menjadi : “ …… fi ‘l-halbati ‘l-yābāniyah  yang artinya : “ …… di arena balapan di jepang“. jadi … memang jauh sekali perbedaan artinya, pantaslah kalau sampai bisa membuat kita-kita tersenyum.

 

         sebenarnya teman kita ini tidak dapat dipersalahkan juga –  dia … juga manusia, maka jangan ditusuk dengan pisau belati. ( waktu itu, pada beberapa tahun terakhir, negara mesir memang sedang dilanda badai “demam jepang” sehingga semua berita di segala media selalu dipenuhi dengan kata-kata : “yābān” dan “al-yābāniyah” ( “jepang” dan “yang berbau jepang”). jadi wajar saja bila kerancuan tadi bisa terjadi, karena di benak kitapun setiap hari selalu dijejali dengan kata-kata “yābān” dan “al-yābāniyah” ). mā ‘alisy ba’ā yā akhī, bass syidd heilak. inilah yang disebut dengan slip of the tongue atawe lidah kesrimpet.    

 

(5)  from  pondok  pesantren  ( islamic traditional boarding school )   with  love

 

         karena baru saja mendapat sebuah kata-kata mutiara indah dari pelajaran mahfūzhōt-nya siang tadi, seorang remaja tanggung langsung saja menyambar ballpoint, selembar amplop dan tiga carik kertas merah jambunya. dengan hati yang berbunga-bunga dan senyum ceria yang terus bergelayut di bibirnya, suratpun selesai dibuat dengan tak lupa menyisipkan kata-kata mutiara indah tadi yang menurutnya cocok untuk orang-orang yang sedang kasmaran, sekaligus untuk sedikit “pamer” pada sang pujaan bahwa dirinya mulai “mahir” berbahasa arab.

 

         surat yang “sealed with a kiss”-pun segera dikirim dengan moda kilat tercatat pula. setelah lewat beberapa hari yang menyiksa, balasan yang dinantipun tiba ( sudah barang tentu dengan nama pengirim yang dipalsukan agar lolos sensor ). hatipun deg-deg-plas, berdebar tak karuan. dan dengan bermodal sinar lampu 8 watt, wc yang beraroma alamipun jadi tempat paling aman untuk membaca. selang beberapa menit sang arjunapun keluar dari tempat pertapaannya dengan wajah termehek-mehek, sendu, murung dan pucat pasi bagaikan baru melihat hantu. ada apa gerangan dengan isi surat itu ? the answer is blowin’ in the wind.

 

         rupanya “hubungan diplomatik”-nya baru saja diputuskan oleh sang gadis pujaan yang merasa sangat tersinggung dan diremehkan sekaligus dilecehkan oleh isi kata-kata mutiara sang jejaka ( yang kini sudah di-persona non grata-kan itu ). lho … kok bisa ?  ooh, teganya, teganya, teganya, teganya … pada diriku !

 

         untuk mendapat kejelasan, mari kita simak bersama-sama kata-kata mutiara ( yang berakibat tidak indah itu ) yang telah dikirim oleh sang pangeran. sebuah syi’r berbahasa arab yang sebenarnya hanya terdiri dari dua baris, ternyata … cuma berbunyi begini saja kok :

 

 ahbib habībaka haunan … ‘asā an yakūna baghīdhoka yauman mā,

 wa abghidh baghīdhoka haunan mā …  ‘asā an yakūna habībaka yauman mā”.

artinya :

cintailah kekasihmu sekedarnya saja … khawatir suatu hari ia malah jadi musuhmu,

dan bencilah pada musuhmu sekedarnya saja … khawatir suatu hari ia malah jadi kekasihmu”

 

         bagaimana ? siapa yang salah … sang romeo, sang juliet atau kedua-duanya ?. andalah yang menilai dan keputusan anda tidak dapat diganggu gugat. buat sang arjuna, jangan bersedih, kan ada lagu penghibur seperti ini : putus-nyambung, putus-nyambung, putus-nyambung, putus-nyambung !. semoga aja ya ! don’t ever give up, man ! gitu aja kok repot ?!

 

(6)  ta’līm  al-lughoh  al-‘arobiyyah … li ‘l-athfāl  fi ‘l-bait  !

 

         seorang ayah sedang mengajarkan bahasa arab tingkat dasar kepada putri kecilnya yang masih belajar di tk dengan sangat sabar dan telatén. menurut sang ayah, mengajarkan anak di waktu kecil itu bagaikan mengukir diatas batu, dan karena alasan itu pulalah beliau serius melakoninya.

 

         ketika akan mengakhiri sesi materi “perbedaan antara mudzakkar dan muannats”, sang ayahpun bertanya tentang kata-kata al-midzyā’ ( radio ), apakah termasuk kata-kata mudzakkar ( masculine gender ) atau muannats ( feminine gender ). sang putripun sontak menjawab : “muannats, yah !”. “lho kok muannats sich … nak ?” tanya sang ayah lagi. sang anak yang memang agak lémés inipun segera menukas dengan gayanya sendiri, katanya : “coba aja ayah setel tuh radionya, pasti deh bakal ngoceh dan nyerocos terus, nggak berenti … kayak perempuan gitu !”. sang ayah jadi terbengong-bengong penuh kagum, sedang sang bunda yang sedari tadi cuma khusyuk menyimak, segera beranjak ke arah kulkas untuk mendinginkan hatinya yang sedikit geram. please be cool, mom ! jangan diambil ati dong, emang dia anak siapa sich … ?

 

(7)  i’rōbu ‘l-jumal  ?    uh    amat  boring  and  tiring  deh  ! 

 

         dalam pelajaran bahasa arab, ada satu pembahasan yang selalu bikin hati sebel dan kepala mumet, yaitu mengenai  i’rōbu ‘l-jumlah” ( menguraikan jabatan/kedudukan kata dalam sebuah kalimat ). hampir semua siswa mengeluhkan hal yang satu ini, tanpa kecuali.

 

         di sebuah kesempatan, seorang guru menyuruh salah seorang siswanya untuk meng-i’rōb-kan kalimat berikut : “ yadhribu ‘r-rojulu al-kalba “. sang siswa yang dikenal cukup cerdas dan agak suka nyelenéh ini dengan énténgnya menjawab begini :

 

yadhribu” :  fi’lun mudhōri’, marfū’un bi ‘l-‘ashō.  / “ar-rojulu” :  zhōlim.  / “al-kalba“  :  mazhlūm.

“wa man dhoroba hayawānan dakhola ‘n-nār”  yang artinya :

 

“yadhribu” : fi’l mudhōri’, dengan mengangkat tongkat. / “ar-rojulu” : penganiaya. / “al-kalba“ : teraniaya.

“barang siapa yang memukul binatang ia akan masuk neraka”.

 

padahal i’rōb yang benar mestinya seperti ini  ( ini menurut sang guru lho, bukannya saya ) :

 

yadhribu” : fi’lun mudhōri’, marfū’. / “ar-rojulu” : fā’il, marfū’. / “al-kalba“ : maf’ūlun  bih, manshūb.

 

         sang gurupun hanya geleng-geleng kepala saja mendengan bentuk i’rōb yang aneh tadi, kemudian ia menyuruh si siswa untuk berdiri di pojok sambil mengangkat salah satu kakinya. belum juga lewat 5 menit, tiba-tiba bel tanda istirahatpun berdentang kencang, dan seluruh kelaspun berteriak gembira sambil berhamburan keluar karena baru saja terlepas dari neraka ketakutan.

 

(8)  al-murōsalah  bi  ‘l-‘arobiyyah  ?    why  not  ?    siapa  takut  ! 

 

         belum juga 3 hari ia tinggal ( sementara, sebelum masuk asrama ) di syu’’ah ( apartment ) sumpek kami, matanya sudah kecantol pada kecantikan seorang dara yang tinggal persis di seberang flat kami, mona namanya. ia bahkan telah bertekad ingin mengiriminya surat tanda perkenalan and just saying hello.

 

         karena merasa belum mampu menulis surat berbahasa arab dengan baik dan benar, maka don juan kita inipun membeli buku “al-murōsalah al-‘ashriyyah bi ‘l-‘arobiyyah” ( korespondensi modern dalam bahasa arab ) yang menurut penjualnya merupakan buku best seller saat itu.

 

         setelah menemukan apa yang ia cari, maka sebuah contoh suratpun langsung di-kutib secara utuh dan lengkap, lalu dimasukkan kedalam sebuah amplop yang wangi untuk segera dikirim. esoknya, lewat jasa seorang bawwāb ( portier/penjaga pintu ) apartmentnya, surat itupun langsung sampai di tangan mona.

 

         esoknya lagi, surat balasan yang dinantipun tiba. tetapi kawan kita ini kok malah tampak kecewa berat dan amat terpukul seperti nyaris k.o., ada apa sobat ? broken heart by the first letter, heh ?. rupanya surat mona itu amat jauh dari apa yang diharapkan oleh play boy kita, karena hanya berisi sepotong kalimat doang bo ! ia kemudian menyodorkan lembar surat yang nyaris kosong itu kepadaku. “tolong jelasin dong apa kata yayangku itu”, pintanya pilu. ternyata surat yang cuma sebaris itu memang berbunyi amat menyakitkan, seperti berikut :

 

“iqro’ al-jawāb  minnī  li-risālatik  fi ‘s-shofhah  al-latī   fīhā  risālatuk  fi  nafsi  ‘l-kitāb”, mona.

( baca balasanku untuk suratmu itu di buku yang sama sesudah surat yang kau contek itu, mona )

 

         makanya mas, kalo mau nyontek mbok ya kira-kira dong. akibatnya kan jadi sū-u ‘l-khōtimah gini deh. tapi … jangan dulu down, bro !. rupanya si mona yang cewek mesir itupun memiliki buku yang sama juga buat bahan rujukannya, jadinya kalian draw !  ( wow kaya  al-ahly  vs  zamalek  aja ya )

 

(9)  “ do’a  selamat ”    yang  di-protes  tuan  rumah  

 

         suatu hari, tetangga sebelah rumah mengundang kami untuk acara selamatan salah seorang puteranya yang baru saja dikhitan. kamipun menyempatkan diri untuk menghadiri kenduri ini bersama kira-kira lima belasan orang tetangga lainnya.

 

         acara sederhana ini berjalan cukup khidmat, sampai ketika do’a selamat yang dibacakan oleh seorang sesepuh kampung baru saja sampai pada kalimat “allohumma innā nas-aluka salāmatan fi ‘d-dīn …”, tiba-tiba saja sang tuan rumah yang duduk di sebelah si pembaca do’a segera menukasnya dengan setengah berbisik : “pak, yang dikhitan itu Pirngadi bukan Fidin … !”. merasa ada yang salah, maka do’apun diulang. bunyi do’anyapun berubah menjadi : “allohumma innā nas-aluka salāmatan firngadī …”. āmīn … !, sambut seluruh yang hadir termasuk sang tuan rumah yang kini baru tersenyum bahagia karena puteranya sudah di-dungake.

 

         rupanya tadi, si tuan rumah kurang merasa sreg dengan isi do’a pak tua. ia mengira yang dido’akan adalah si Fidin ( panggilan untuk Rafidin, anak keduanya yang masih kecil ) bukan si Pirngadi, anak yang hari itu disunat, makanya ia melakukan protes keras. padahal arti do’anya kan sudah bagus seperti ini “ya Allah, kami memohon kepadaMU akan keselamatan dalam beragama kami ( fi ‘d-dīn ). oalaah pak…é, pak…é. protes sich protes pak, tetapi do’anya kan jadi kacau begitu !   

 

(10)   hei   kaum  lelaki,  sungguh  miskiiiin “    dech  kamu ! 

 

             kira-kira hanya tinggal 2 halaman lagi buku yang mengasyikkan ini selesai dibaca, seorang teman yang sedari tadi hanya memperhatikan saja, tiba-tiba bertanya : “bang, memangnya kaum lelaki itu pada miskin semua ya ?“lelaki mana maksudmu ?”, aku balik bertanya. “itu, di buku yang sedang abang baca, judulnya kan berkata begitu ?” oooh … ?

 

             judul buku itu adalah “miskīn … ’ālamu ‘r-rujūlah( malangnya dunia lelaki ) karya penulis besar mesir, anis manshour di tahun 70-an. dalam buku lawas itu sebenarnya beliau cuma membeberkan fakta tentang betapa malangnya dunia kaum lelaki dibandingkan dengan dunia kaum wanita dan bukan tentang kemiskinan para lelaki. tengok saja tulisnya, sejak di saat manusia masih belum dilahirkanpun ( ketika masih berbentuk sperma ), nasib si “calon lelaki” sudah jauh lebih malang dari pada nasib “si calon wanita” karena umurnya di dalam rahim jauh lebih singkat dan pendek, sampai … dengan nabi adam as. yang harus diusir tuhan dari surga hanya lantaran ingin menyenangkan hati seorang wanita. iya, kan ?

 

             di mesir-pun, nasib kaum wanitanya sama lebih beruntung. seorang mertua perempuan itu jauh lebih ditakuti ketimbang mertua lelaki, bahkan saking begitu sangat dominan dan otoriternya sehingga titahnya kepada sang menantu tak pernah boleh sampai jatuh ke tanah, tulis buku itu. sampai-sampai ada pemeo yang menggambarkan “kegeraman” para menantu lelaki seperti ini : “ law iltaqoitu bi-tsu’bānin wa hamātī fi waqtin wāhid ( andai aku bertemu dengan  ular  dan  mertua perempuanku  pada waktu yang bersamaan ), maka yang kupukul terlebih dahulu adalah ….… hamātī ( mertua perempuanku ) !” ah … bercanda kamu, mana you berani ? he he he. kasihaaan dech … lo.

 

             sang teman yang baru saja sepekan berada di cairo untuk studi inipun lalu manggut-manggut sambil tersenyum mendengar penjelasanku. “kenapa tersenyum ?” tanyaku heran. “ ’nggak apa-apa, cuma agak malu aja karena … ketahuan bégonya. kirain kata-kata miskīn itu artinya … have nothing alias kéré, gitu ”. “ ‘nggak juga kali, karena kemiskinan itu kan memang sebuah kemalangan yang perlu dikasihani ”, kataku menghibur. it’s all right, guy ! don’t be so unexcited begitu ach !. baru juga seminggu.

 

(11)   ada  “ kutil ”  dalam  film  ………….. “ fajru  ‘l-islām “ ? 

 

         sebelum film kolosal ar-risālah“ yang dibintangi oleh anthony quinn muncul, pernah ada film islami lain yang cukup menyedot perhatian publik, yaitu film fajru ‘l-islām“ ( judulnya diambil dari salah satu “trilogi” kitab sejarah karya prof. ahmad amin : “fajru ‘l-islām“, “dhuha ‘l-islām“ dan zhuhru ‘l-islām“ yang masing-masing terdiri dari 2 jilid ).

 

         karena penasaran, akupun ikut nonton di bioskop “megaria” jakarta, salah satu bioskop kelas satu waktu itu. film dimulai dengan gambar latar belakang padang pasir, pokok-pokok korma, segerombolan unta dan sekumpulan orang-orang arab badwi menjalani kegiatan hidup keseharian mereka di seputar “perkampungan” tenda-tendanya. penonton masih tenang … menunggu adegan-adegan berikutnya.

 

         tiba-tiba terdengar derap keras langkah kaki kuda yang kian mendekat, amat cepat. lalu muncullah sesosok kuda hitam dengan seorang lelaki gagah berjubah gelap diatasnya berteriak lantang : “hasan qutil ! …. hasan qutil ! ….  hasan qutil ! ….”. penonton yang sedikit terperangah dan mulai cekikikan karena tidak mengerti makna teriakan tadi terus menunggu teks terjemahan ( subtitle )-nya yang belum juga keluar. kemudian setelah teks terjemahannya : “hasan dibunuh ! … hasan dibunuh ! … hasan bunuh ! …” muncul dan terbaca penonton, barulah cekikikan agak mereda dan komentarpun mulai ramai terdengar : “oalaah, ceritanya hasan dibunuh toh ? kirain orang tadi neriakin kutil-nya hasan ?”. disitu barulah aku mengerti mengapa tadi mereka pada ber-cekikikan ria, rupanya kata “qutildi film itu difahami sebagai “kutil”-nya mereka. kalau memang benar-benar kutilen, bawa saja ke rshs ( rumah sakit hasan sadikin ) bandung untuk dioperasi bareng manusia akar dan manusia kutil yang satunya lagi ! amit-amit jabang bebe ! na’ūdzu bi-‘llāhi min dzālik ! 

 

(12)   antara  sang  ustadz  muda,  abdullah  dan    abdillah.   

 

         setelah tiap-tiap murid menerima hasil ulangan tarikh islam mereka, abdillah, seorang murid yang terkenal kritis mengangkat tangannya dan bertanya : “ustadz, mengapa jawaban saya pada pertanyaan isian nomor 5 disalahkan, sedangkan jawaban si abdullah dibenarkan, padahal jawaban kami sama ?.

 

          pertanyaan nomor 5 berbunyi begini : nama paman nabi yang mengasuh beliau sepeninggal sang kakek adalah ………… . abdullah mengisi dengan jawaban abu tholib dan dibenarkan, sedangkan abdillah mengisi dengan jawaban abi tholib tetapi disalahkan. sang guru muda yang belum genap sebulan mengajar di kelas 1 mts ( madrasah tsanawiyah ) ini, sedikit bingung memecahkan kasus “rumit” ini. menurut dia, nama abu tholib dan abi tholib itu beda, buktinya di kelas yang diajarnya itu …. nama abdullah itu kan juga berbeda dan tidak sama dengan nama abdillah. ma’qūl  wa  shohīh,    ustādz !

 

         ketika kisah ini diceritakan di ruang guru, seorang guru senior menyodorkan secarik kertas berisi sebaris kalimat berbahasa arab berikut : “qul li-abdillāh, yā abdallāh a-anta haqqon abdullāh ? wa qul li-abī thōlib, yā abā thōlib a-anta haqqon abū thōlib ?”. aduh … mumeeeet dan pusing deh aku ! kita tidak tahu apakah guru muda kita ini mengerti penjelasan guru seniornya tadi atau jangan-jangan malah beliau sudah memberi tambahan nilai bagi si abdillah. syukur deh … kalo gitu !




Ingat Waktu !

Demi Masa

Kategori

Blog Stats

  • 6.183 hits
Mei 2024
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031