Arsip untuk April, 2009

29
Apr
09

engkau … temanku atau saudaraku ?

(1)  “Saudaraku”  dilahirkan  bukan  oleh  ibuku  ?

Hidup ini memang bagaikan sebuah panggung sandiwara seperti lantunan lagunya Iye’ God Bless. Ada yang terlahir dengan memiliki sekian banyak saudara, adapula yang terlahir tanpa seorang saudarapun.

Tetapi kemudian, kisah di panggung bisa bercerita lain. Ada yang telah memiliki sekian saudara dan mestinya berbahagia malah menyesal mengapa ia harus memiliki saudara. Adapula yang kebetulan tidak mempunyai seorang saudarapun malah sangat berbahagia lantaran “menemukan” saudara-saudara yang bahkan mungkin melebihi saudara sendiri.

Barangkali mungkin itu yang diisyaratkan oleh kata-kata bijak ( wise words ) berikut ini :  “ Rubba  akhin lam  talid-hu  ummuka ( wālidatun ) ” ( Banyak sakali saudara yang tidak pernah terlahir dari rahim ibumu ). Tetapi meski begitu, saudara adalah tetap saja saudara walaupun terbatasi oleh watak, perangai dan perilaku yang berbeda. Bahkan al-Qur’an malah memperluas jangkauan arti persaudaraan ini dengan catatan kesamaan iman. Tengok surah al-Hujurāt (49) ayat ke 10 : “Innamā ‘l-mu’minūna ikhwah …..”, yang ditambahkan oleh as-Sunnah dengan kesamaan agama, “Al-muslimu akhū ‘l-muslim …..”.

(2)  Mau   “makanan”,  “obat”   atau   “penyakit”  ?

Memiliki saudara adalah sebuah ni’mat ilāhiyah. Meski tidak semua saudara bakal selalu seia sekata dengan saudaranya yang lain. Rambut boleh sama hitam, kita boleh berasal dari rahim yang sama, tetapi yang lainnya …, ya lain lagi ceritanya. Inilah sebabnya mengapa kita kemudian dikaruniai akal, lalu diberi hiasan iman dengan tambahan aksesori berupa ihsan, agar kita dapat bersikap bijak dalam menghadapi kehidupan ini yang tidak selamanya mau berpihak kepada kita, begitu pula dalam kehidupan bersaudara. Kenalilah saudara kita, tetapi yang lebih penting lagi adalah kenalilah diri kita sendiri terlebih dahulu. Untuk itu simaklah catatan dibawah ini yang mungkin dapat membantu :

Al-ikhwānu tsalāsah  :

akhun  ka ‘l-ghidzā’   …   tahtāju  ilai-hi  dā-iman, wa …

akhun  ka ‘d-dawā’    …   tahtāju  ilai-hi  ahyānan, wa …

akhun  ka ‘d-’         …   lā tahtāju  ilai-hi  abadan. artinya

Saudara itu ada tiga macam :

bagaikan makanan,  yang  … selalu kita butuhkan, atau …

bagaikan obat,  yang  ……….. kadang-kadang saja kita butuhkan, atau

bagaikan penyakit,  yang  ….  sama sekali tidak kita butuhkan.

Catatan :

Kata “akh” yang berarti “saudara” memiliki banyak bentuk jam’ ( plural ). Dua yang paling populer adalah “ikhwah” dan “ikhwān” yang memiliki arti yang tetap sama tetapi berbeda dalam konotasi. Kata “ikhwah” digunakan untuk arti “saudara” yang dihubungkan oleh garis keturunan, sedangkan kata “ikhwān” dipakai untuk arti “saudara” yang tercipta karena persahabatan dan pertemanan. ( Lihat kamus al-Munjid fi ‘l-lughoh, Louis Ma’louf, Beirut. Halaman 5 ).

25
Apr
09

Bola mata kekasih di mata Duo Farouk

(1)  “ Bening  kedua  bola  matamu “  ….  di  mata  “ Duo – Farouk “

Ada dua sosok Farouk yang dimiliki Mesir sebagai penyair kontemporer terkenalnya. Salah satunya adalah Farouk Shousha yang juga pengasuh acara budaya “Lughotunā ‘l-jamīlah” di saluran tv nasional, dan yang satunya lagi adalah Farouk Guweida.

Kita akan coba melirik pandangan keduanya dalam menggambarkan makna “dua bola mata” dari gadis impiannya masing-masing dari sajak-sajak yang mereka tulis.

Dalam sajak “Fī ‘ainai-ki … ‘unwānī“ yang juga menjadi judul kumpulan puisinya (1979), Farouk Guweida bertutur begini :

. . . . . . . . . . . .

Wa  lau  khuyyir-tu  fī  wathonin

la-qultu  hawā-ki  authōnī

wa  lau  ansā-ki  yā  ‘umrī

hanāyā  qolbī  …  tansā-nī

idzā  mā  dhi‘-tu  fī  darbin

fa-fī  ‘ainai-ki  ‘unwānī

Andai aku boleh memilih sebuah tanah air  …

maka cintamulah yang jadi tanah airku

andaipun aku dapat melupakanmu, sayang  …

maka seantero jiwakupun pasti akan melupakanku

andai di suatu tempat aku tersesat  …

maka di kedua bola matamu kan kutemukan alamatku

Sedang dalam kumpulan puisinya “Lu’lu-atun  fī ‘l-qolb“ (1978), pada sajaknya yang bertajuk “Sami‘tu  ‘ainai-ki“, Farouk Shousha menulis seperti ini :

Sami‘tu  ‘ainai-ki … wa  mā  qōlatā

sami‘tu  kulla ‘l-hamsi  kholfa  ‘l-jufūn

wa  ‘rta‘asyat  kaffāya  fī  lamsatin

auda‘tu-hā  hubbī  wa  sirrī  ‘d-dafīn

aiqozh-ti  fī  nafsī  dabība  ‘l-munā

asy‘al-ti  fī  qolbī  nidā-a  ‘l-hanīn

ainā-ki  …  lam  asyhad  siwā  marfa-in

tarsū  ‘alai-hi  sufunu  ‘l-mut‘abīn

Kudengar seluruh tutur kedua bola matamu

kudengar pula setiap bisik di balik kelopaknya

kedua tangankupun bergetar oleh sentuhannya  …

dan kusimpan dalam cintaku yang lama terkubur

kau bangkitkan kembali semua harapku   …

dan nyalakan lagi panggilan kerinduan dalam hati ini

kedua bola matamu adalah dermaga

tempat berlabuhnya bahtera mereka yang letih mencari.

Bahkan seorang Ismail Marzuki sempat merekam bagaimana seorang gadis paramedis “kesemsem” pada sesosok pemuda pejuang hanya dengan menatap sepasang mata bola-nya dari balik jendela kereta. Ini beliau gambarkan dalam lirik lagu Sepasang mata bola yang bernuansa perjuangan “tempo deloe” :

Sepasang mata bola

dari balik jendela

datang dari Jakarta  …

‘nuju medan perwira

kagum ku melihatnya  …

sinar nan perwira rela

hati telah terpikat  …

semoga kelak kita berjumpa pula

Wow … romantis abiiis ya. Tapi kita harus berhati-hati dengan yang namanya mata ini, apakah itu mata kita sendiri ataupun mata orang lain. Meskipun cuma sepasang, ia bagaikan sebatang anak panah beracun yang sangat berbisa dan berbahaya. Iiih … takut ?!




Ingat Waktu !

Demi Masa

Kategori

Blog Stats

  • 6.183 hits
April 2009
S S R K J S M
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
27282930