( 1 ) “Al” yang terbuang secara “zholim”
Bagi para peminat Bahasa Arab, apa fungsi, makna dan bagaimana “al” ( alif lām at-ta’rīf / determinative “al” ) itu digunakan dalam susunan kata bukanlah barang aneh. Yang aneh adalah bagaimana “al” kemudian begitu terzholimi oleh (sebagian) mereka yang sebenarnya suhunya Bahasa Arab dalam tutur dan/atau tulisan mereka sehari-hari. Ironisnya kemudian hal ini dibebeki secara buta oleh yang awam dan bukan awam pula. Apa ada yang salah … ? Sangat !
Tengok bagaimana “al” yang sudah terpateri dalam kata majemuk baku dan populer bahkan menjadi judul buku-buku klasik ini kemudian terbuang secara zholim dari kata pertama pada kata majemuk berikut : ( sebagai contoh saja )
Yang benar dan baku Yang dituturkan / ditulis
al-asma-ul husna asma-ul husna ( tanpa “al” )
al-shirothul mustaqim ( baca : “as”) shirothul mustaqim ( tanpa “al / as” )
al-akhlaqul karimah akhlaqul karimah ( tanpa “al” )
al-habbatus sauda’ habbatus sauda’ ( tanpa “al” )
al-mishbahul munir mishbahul munir ( tanpa “al” )
Catatan :
Tidak termasuk dalam kategori ini kata-kata “ayyāmul bīdh” ( hari ke-13, 14 dan 15 dari bulan-bulan qomariyah ). Karena kata-kata “ayyāmu ‘l-bīdh” ( bukan al-ayyāmu ‘l-bīdh ) berasal dari “ayyāmu ‘l-layāli ‘l-bīdh” ( lihat kitab al-Majmū’, an-Nawawī, jilid 6 hal. 355 ).
1.a. “Al” yang selalu kita tuliskan pada tempat yang salah
Pada tulisan yang lalu kita telah mengadvokasi “al” yang terzholimi dalam susunan kata majemuk berpola ‘Maushūf-Shifah’ ( Diterangkan-Menerangkan ). Kali ini kita akan menyelamatkan “al” dari posisinya yang selama ini – tanpa sadar – kita tuliskan secara keliru dan salah pada susunan kata majemuk berpola ‘Idhōfah’ ( genitive construction ) seperti pada : ( sebagai contoh saja )
Yang kita tuliskan secara keliru Seharusnya tertulis
abdul ghoni abdu ‘l-ghoni atau abd al-ghoni
darul kutub daru ‘l-kutub atau dar al-kutub
nurul qomar nuru ‘l-qomar atau nur al-qomar
Penjelasan :
Pada pola ini, “al” itu wajib hukumnya menempel lekat pada kata kedua ( Mudhōf ilaih ) seperti al-ghoni, al-kutub dan al-qomar, bukan meng-ekor pada kata pertama ( Mudhōf ) seperti abdul, darul dan nurul. Sayangnya, yang sampai saat ini masih dan tetap diyakini oleh awam adalah bahwa ”al” merupakan bagian ( tak terpisahkan ) dari kata pertama ( akibat pola penulisan kita yang keliru tadi ), sehingga akhirnya muncul nama-nama yang hanya mengambil potongan pertama saja dari kata majemuk tadi, seperti : Abdul, Syahrul, Zainal, Nurul dan seterusnya.
1.b. “Al” yang biasa ditulis di tempat salah itu membuatku susah
Kok bisa ? Ya … sangat bisa. Dulu sekali sebelum ada chi-writer atau windows arabic, saya biasa diminta menuliskan nama diri atau nama lembaga dengan khot / kaligrafi arab. Nggak ada masalah kan ? Ya iya untuk nama-nama seperti : Abdul Jalil, Zainal Abidin, Baitul Ikhlas atau Nahdhotul Ulama’. Tetapi begitu disodorkan nama-nama seperti ( sebagai contoh saja ) : Paula Abdul, Saiful Pratama atau Siti Nurul … maka matilah awak. Mengapa ? Lho kok nanya. Hayo tolong saya … dimana saya harus menuliskan huruf-huruf “al” dari nama-nama Abdul , Saiful atau Nurul … ini ?
Catatan :
Tidak termasuk dalam konteks ini nama-nama seperti : Faisal, Kamal, Jalal dan beberapa yang lainnya lagi, karena “al” disini adalah huruf-huruf asli dari kata-kata tersebut. Wallōhu a’lam bi ‘sh-showāb.
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah… Saya selalu bangga dengan anda sejak dahulu. Saya senang membaca tulisan-tulisan anda. banyak hal yang saya dapatkan sebagai inspirasi bagi saya. Bolehkah suatu saat tulisan anda ini saya gunakan dalam tulisan saya sebagai bagian inspirasi tsb?. Saya tunggu tulisan anda yang lain. Lain waktu saya lampirkan tulisan saya.
Wassalamu’alaikum wr.wb.