Arsip untuk Juni, 2009

14
Jun
09

Cinta itu Gila !

(2)  Tolaklah  aku  sebisamu  ….  kau  pasti  tetap  kudapat  !

Apa jadinya bila seseorang cintanya ditolak mentah-mentah ?. Bagi yang berjiwa besar, mungkin ia masih akan terus mencoba, lagi dan lagi sampai tujuannya tercapai atau … mundur teratur, balik kanan … bubar jalan !. Tetapi buat mereka yang berjiwa kerdil dan suka memaksakan kehendak, bisa-bisa “pemeo jalanan” : Bila cinta ditolak, dukun segera bertindak akan jadi satu-satunya alternatif. Wow … taakuut !?

Sebaris syi’r anonim berikut ini mungkin pernah terbaca dan kemudian meng-inspirasi mereka-mereka yang begitu sangat gigih dalam merengkuh cita-cita cintanya hingga titik nafas penghabisan :

Laisa  ‘l-hijābu  bi-muqshin  ‘an-ka  lī  amalan

inna  ‘s-samā-a  turojjā  hīna  tuhtajabu 1)

Jangan kau kira penghalang itu akan dengan mudah menyurutkan tekadku  …….

sedangkan langit yang terhalang mendung malah membuat orang makin penuh harap

Iiih … nékat juga ya orang ini. Tetapi itulah cinta yang bila telah merasuki jiwa seseorang, maka dunia jadi tidak punya arti apa-apa dan ia dapat berbuat apa saja, sesukanya. Coba simak lagi dua potong syi’r anonim  berikut ini :

Hawā-ka  atānī  wa  huwa  dhoifun  u‘izzu-hu

fa-ath‘amtu-hu  lahmī  wa  asqoitu-hu  damī 2)

Buai cintamu itu telah merasuki diriku bak seorang tamu yang harus kumuliakan  …….

maka kuberikanlah ia makan dan minum berupa daging dan darahku sebagai suguhan

Anta  dā-’ī  wa  fī  yadai-ka  dawā-’ī

yā  syifā-‘ī  mina  ‘l-jawā  wa  balā-’ī 3)

Engkaulah penyebab semua sakitku, di tanganmulah kulihat obat penawar untukku  …

wahai engkau, penyembuhku dan penyengsaraku dengan cinta ini

Iiih … jadi makin serem aja ya. Ya iya lah, kata orang bijak : “Love is Blind” ( Cinta itu Buta ), sedangkan Buta ( raksasa ) itu kan suka menyantap manusia, jadi “Cinta itu Suka Menyantap Manusia”. Maka berhati-hatilah dengan yang namanya cinta !.

Catatan :

1)  dari kitab al-Balāghoh al-Wādhihah, Mushthofa al-Jārim, Cairo.

2-3)dari kitab Mīzānu ‘dz-dzahab fī Shinā‘ati syi‘ri ‘l-‘arob, As-sayyid Ahmad al-Hāsyimī, Beirut, 1979.

(3)  Cé  Él  Bé  Ka  ….  apakah  engkau  benar-benar  ada  ?

Falsafah Oude Liefde roest niet ( Cinta Lama tak pernah padam ) rupanya amat setia dianut oleh para penduduk negerinya Van Gogh sama halnya dengan orang-orang sekampung William Shakespeare yang meyakini kepercayaan First Love never dies ( Cinta Pertama tak kan pernah mati ) ini dalam hidup mereka.

Di kita kelihatannya sama saja, bahkan dua stasiun tv swasta sampai bersaing dengan mengangkatnya menjadi acara reality show unggulan mereka meski bukan di tayangan prime time. Yang satu mengusung tema Cinta Lama Bersemi Kembali ( CLBK ), sedang yang satunya lagi memasang judul First Love. Bagaimana dengan kawan-kawannya Abu Nuwas, adakah mereka juga menganut mazhab indah yang satu ini ?. Barangkali sepotong sajak Lāmiyah ini bisa menjawabnya :

Naqqil  fu’āda-ka  haitsu  syi’-ta  mina  ‘l-hawā

wa  mā  ‘l-hubbu  illā  li ‘l-habībi  ‘l-awwali

Biarkanlah hatimu berkelana kemana ia suka untuk menebar cintanya …

ketahuilah bahwa cinta sejati akan selalu kembali pada kekasih pertama

Tampaknya John Lennon dan Paul McCartney ( dua pentolan The Beatles ) merasakan benar “jiwa” sajak berbahasa arab diatas, sehingga membuat mereka harus menuangkannya ke dalam lirik lagu sendu mereka yang bertajuk “Long and Winding Road” ini :

The long and winding road  …………..

It always leads me here  …     leads me to your door

Jalan panjang yang berkelak-kelok itu ……………

Selalu saja membawaku kembali kesini … kembali ke pintu hatimu

Para suami yang mendapat istri atau istri yang dinikahi suami bukan karena cinta pertama masing-masing, tak perlulah harus merasa terlalu resah atau was-was karena takut akan kehilangan pasangannya, karena dua alasan. Pertama : survey membuktikan bahwa tidak semua cinta pertama memiliki bobot kesejatian hakiki seperti yang tercermin dalam dua kata bijak diatas sehingga mampu bangkit kembali dari alam sana. Kedua : ada sebuah “dogma” kuat yang sampai saat ini masih taat dianut oleh kebanyakan kita, yaitu bahwa “Mencintai itu tidak selalu harus Memiliki”. Aman … kan ?

(4)  Cinta  bisa  bikin  Mabuk,  …  setengah  Gila,  atau  …  Gila beneran  ?

Orang-orang tua dulu membandingkan kita yang sedang Jatuh Cinta itu bagaikan orang yang sedang Mabuk Kepayang. Kepayang adalah sejenis buah beracun dari pohon besar yang hanya tumbuh di hutan-hutan Sumatera dan Kalimantan, yang dapat membuat pemakannya menjadi limbung dan mabuk serta bertingkah bak orang gila. Dan cinta itu ya katanya begitu, dapat membuat kita limbung, mabuk bahkan mungkin “gila”.

Jadi tidak heran bila seorang penulis lirik lagu sekaliber Ibrahim Nagi-pun, sampai harus ikut-ikutan menuangkan “kegilaan cinta” ini kedalam lagu khususnya untuk Ummu Kultsum ( Diva Penyanyi Arab ) yang berjudul “Al-Athlāl” ( Ruins / Puing-puing ) yang melegenda itu, begini :

Hal  ro’ā  ‘l-hubbu  sukārō mitsla-nā

kam  banai-nā  min khoyālin  haulanā

wa  masyai-nā  fī  thorīqin  muqmirin

ta‘ibu ‘l-farhatu  fīhi  qoblanā

wa  dhohik-nā  dhohka  ‘th-thiflaini  ma‘an

wa ‘adaunā  fa-sabaq-nā  zhilla-nā

Adakah cinta pernah  melihat orang-orang yang mabuk seperti kami ini …

yang terus membangun angan-angan muluk dan khayalan tinggi

yang terus telusuri jalan-jalan yang temaram oleh sinaran rembulan

penuh dengan fatamorgana kebahagiaan tak berujung

yang tertawa renyah bak dua orang bocah yang kegirangan

lalu berpacu lari, hanya mengejar bayang-bayang kami sendiri …. ?

Rupanya Cak Gombloh ( penulis lagu sekaligus penyanyi nyentrik ) itupun tak mau ketinggalan untuk ikut ambil bagian. Dalam lirik lagu Setengah Gila dari Trilogi lagu-lagu “Gila”nya ( Setengah Gila, Gila dan Semakin Gila ) ia menulis tentang ulah cinta itu begini :

Ada yang sumpah langit dan bumi

Katanya cinta setengah mati

Datang apél setiap hari

Bagai kiamat kan datang esok pagi

Bercinta super

Melengket bak kue lemper

Itulah cinta yang bikin ulah

Tua atau remaja

Gadis atau jejaka

Setengah Gila.

Bahkan John Lennon dan Paul McCartney ( The Beatles ) sampai memimpikan sebuah “kegilaan khayali” unik dan aneh yaitu kalau mungkin agar satu pekan yang sekarang cuma tujuh hari itu bisa menjadi delapan hari ( dan itupun masih kurang cukup ) agar keduanya dapat mencurahkan se-abrek-abrek cinta mereka kepada sang pujaan dengan sepuasnya. Itu mereka tulis dalam lagu “Eight days a week“-nya :

Eight  days  a  week  is  not  …

enough  to  show  I  care

Delapan  hari  sepekanpun masih  belum

cukup untuk menunjukkan  betapa aku  menyayangimu

Wow, luar biasa dan begitu dahsyatnya …. Cinta !. Dan agar kita tidak ikut-ikutan menjadi gila, maka tulisan ini terpaksa harus disudahi saja sampai disini. Gila !

14
Jun
09

Mari Bercermin Sejenak

(1)  K K N  ….  ?  Hayhāta  …  Hayhāta,  No  Way  …  Abadan  !

Segenap anggota klan Banī Makhzūm menjadi sangat resah dan gerah akibat sebuah kasus pencurian yang dilakukan oleh salah seorang wanita dari klan mereka yang ancaman hukumannya adalah potong tangan. Kalau hukuman ini benar-benar sampai dilaksanakan, maka akan merupakan sebuah aib, cela dan nista besar yang akan menjatuhkan martabat serta nama baik klan sebesar dan seterhormat Banī Makhzūm yang merupakan kumpulan dari orang-orang kaya pemilik modal besar dan pengusaha kakap, yang salah seorang tokohnya adalah Al-Mughīroh bin Abdillāh, kakek dari Khōlid bin al-Walīd.

Sebuah keputusan akhirnya diambil dalam sebuah rapat darurat terbatas. Mereka akan mengutus Usāmah bin Zaid, seorang yang mereka kenal amat dekat dengan Rosūlullōh ‘alai-hi ‘s-sholātu wa ‘s-salām untuk memintakan keringanan atau pengecualian hukum pada Rosūlullōh untuk kasus yang satu ini.

Mendengar permintaan “klasik” seperti ini Rosūlullōh langsung menjawab lugas, tegas, tandas dan tuntas begini : “Atasyaffa’u fī haddin min hudūdi ‘lLāh ? Innamā ahlaka ‘l-ladzīna min qobli-kum, inna-hum kānū idzā saroqo fī-himu ‘sy-syarīfu tarokū-hu, wa idzā saroqo fī-himu ‘dh-dho’īfu aqōmū alai-hi ‘l-hadda. Wa aymu ‘lLōhi, lau anna Fāthimata binta Muhammadin saroqot, la-qotho’tu yada-hā / la-qotho’a Muhammadun yada-hā !” ( Apakah pantas aku memberi keringanan pada hukuman yang telah diputuskan oleh Allah ? Ketahuilah, sesungguhnya hancurnya orang-orang yang terdahulu itu akibat ulah mereka yang selalu membebaskan hukuman pencurian yang dilakukan oleh orang-orang besar mereka, akan tetapi tetap melaksanakan hukumannya bila pencurian itu dilakukan oleh orang-orang kecil. Demi Allah, andaikata Fatimah putri Muhammad itu mencuri, pastilah akan aku potong tangannya / pastilah Muhammad akan memotong tangannya ! ). Wow super dahsyat. Ini baru pemimpin yang adil ! Bila ada yang berani mengikuti jejak ini, silakan segera mendaftarkan diri ke KPK. Ditunggu !

(2)  The  other  side  of  ….  Hārūn ar-Rasyīd

Hārūn ar-Rasyīd, sebuah nama yang tidak terlalu asing di telinga setiap orang. Banyak diantara kita mengenalnya sebagai khalifah kelima dari dinasti Abbasiyyah yang pada masa ke-khilafahan-nyalah, Islam mencapai salah satu puncak kejayaannya terutama di bidang ilmu pengetahuan. Tidak sedikit juga yang menganggapnya sebagai sosok khalifah yang memiliki “gaya” dalam kehidupan keduniaannya. Tapi banyak sekali dari kita yang tidak tahu, bahwa – di luar semua itu – beliau adalah tetap sebagai seorang anak manusia yang tidak pernah lupa pada pemenuhan sisi dahaga kerohanian dirinya. Karena itu beliau sangat sering meminta nasihat spiritual dari orang-orang sholeh yang berada di sekelilingnya. Berikut adalah salah satunya …… the other side of Hārūn ar-Rasyīd.

“ ’Izh-ni, ayyuha ‘sy-syaikh !“ ( Tolong nasihati hamba, wahai tuan guru ! ), katanya suatu hari. Yā Hārūn, law dāmat li-ghoiri-ka, mā washolat-ka ! ( Wahai Harun, andaikata sebuah kekuasaan itu bisa abadi di tangan seseorang, tentu kekuasaan itu tidak berada di tanganmu sekarang  ! ). “Zid-ni, ayyuha ‘sy-syaikh !“ ( Tambahkan lagi, wahai guru ), pinta sang khalifah. Orang sholeh itupun melanjutkan : Yā Hārūn, til-ka qushūru-hum, wa hādzi-hi qubūru-hum ! ( Tengok wahai Harun, itu disana adalah istana-istana megah yang pernah mereka tempati dulu, dan di sebelah sini itu adalah kubur-kubur sepi yang kini harus mereka huni ),Kafā bi ‘l-mauti wā’izhō !“ ( Jadikanlah kematian itu sebagai satu-satunya nasihat yang paling ampuh ). Mendengar nasihat ini sang khalifahpun menangis tersedu sejadi-jadinya sehingga jenggotnya basah oleh kucuran deras air matanya.

“Ayyuha ‘sy-syaikh, a ‘alai-ka dainun fa-naqdhī-hi ‘anka ! ( Maaf tuan guru, apakah barangkali tuan guru memiliki hutang, biar izinkan kami yang akan melunasinya ! ), Harun mencoba menawarkan bantuan kepada tuan syeikh sebagai tanda terima kasihnya atas semua nasihat beliau, yang dijawab : “Yaqdhī-hi ‘annī man huwa aqdaru ‘alā qodhō-i-hi min-ka ! ( Hutang-hutangku andai katapun ada, akan dilunasi oleh Dia yang lebih mampu melunasinya dari pada kamu ). Lalu Harun mencoba lagi tawaran lain, katanya : “Fa-khudz min mālī mā yakfī-ka rizqon la-ka wa li-‘iyāli-ka ! ( Begini saja, ambil dari hartaku seberapapun kau butuh untuk keperluan hidupmu dan sanak keluargamu ! ). Mendengar tawaran istimewa Harun ini sang syeikh cuma tersenyum saja, lalu berkata : Waiha-ka yā Hārūn, a tazhunnu anna ‘lloha yarzuqu-ka wa yansā-nī ?!“ ( Jangan keterlaluan begitu wahai Harun, apakah kau kira Alloh itu memberi rizki hanya untukmu saja dan melupakanku, begitu ?! ). Harunpun terdiam seribu bahasa. Oh … andaikata di zamanku ini ada seribu Harun dan seribu Syeikh saja yang seperti ini …, oh betapa ……… !  Betapa apa ? Entahlah !

(3)  Dua  nabi  yang  raja  …  yang  pandai  ber-SYUKUR

Nabi Daud ‘alai-hi ‘s-salām, pernah merasa belum sempurna dan tuntas dalam mengungkapkan rasa syukurnya kepada Allah jalla wa ‘alā atas segala ni’mat yang beliau terima sebagai seorang nabi sekaligus seorang raja yang amat kaya, perkasa dan berkuasa. Suatu ketika beliau sempat bermunajat : “Yā Robb, fa-arinī akhfā ni’ami-ka ‘alayya. Qōla : yā Dāwūda, tanaffas. Fa-tanaffasa Dāwūdu, fa-qōla ta’āla : man yuhshī hādzi-hi ‘n-ni’mata al-laila an-nahāro ?” ( Wahai Tuhan, tunjukkanlah ni’mat-Mu yang paling tersembunyi yang telah Engkau berikan kepadaku yang mungkin tak pernah kusadari dan belum sempat kusyukuri sepantasnya. Allah bertitah : wahai Daud, tariklah nafasmu. Daudpun melakukannya, lalu Allah bertanya : siapakah – selama ini – yang sempat menghitung besarnya ni’mat ( bernafas ) ini sehari semalam, lalu mensyukurinya ? ). Daudpun terhenyak diam karena malu. Dan mestinya kita …… juga, kan ?

Lalu, Sulaiman ‘alai-hi ‘s-salām putra Daud yang juga seorang nabi dan raja yang amat berkuasa dan menguasai dunia jin, kekuatan angin dan bahasa binatang itu, diriwayatkan bahwa beliau selalu makan sya’īr ( gandum murah ) setiap hari dan tidak pernah sampai kenyang. Untuk keluarganya sendiri, beliau beri makan khusykār ( tepung jagung kasar ), sedang untuk para dhu’āfa’ dan orang-orang miskin yang tinggal dan berada di sekelilingnya selalu beliau beri makan darmak ( tepung putih halus ). Semua hal “aneh” ini membuat para pembantu dan orang-orang dekat Sulaiman jadi bertanya-tanya mengapa beliau melakukan ini semua, padahal beliau adalah seorang raja yang juga nabi. Sulaimanpun menjawab : “Akhōfu in syabi‘tu … an ansa ‘l-jiyā‘ ! ( Aku cuma khawatir, bila aku selalu kenyang … aku jadi lupa pada orang-orang lapar yang tak bisa makan karena kepapaannya ). Oh … andaikata orang-orang yang seperti Sulaiman dan Daud ‘alai-hima ‘s-salām ini masih bisa kutemukan di kampungku. Oh betapa ………… !  Betapa apa ? Entahlah !

14
Jun
09

Senyum dari Madrasah

(13)   Ada   “ setan ” dari   “ karet “ di  …  roda ?

“Daripada ngapalinmahfūzhōt mendingan juga ngumpulin mahfazhōt”, omel si Salim dalam hati selepas mengumpulkan hasil ulangan tertulis “mahfūzhōt”-nya di meja guru. Dari dahulu, dia memang sangat tidak suka dengan semua pelajaran yang berbentuk hafalan, makanya iapun langsung melampiaskan kekesalannya tentang ulangan hari ini lewat omelan tadi.

Pada kesempatan pelajaran “mahfūzhōt berikutnya, ia dipanggil guru ke depan kelas dan mendapat marah. Apa pasal ? Selain nilainya “jeblok” iapun dimarahi karena menuliskan “omelan” kesalnya di lembar jawaban ulangannya itu. Disamping itu sang guru juga merasa dilecehkan karena jawaban-jawaban yang dibuat Salim sudah termasuk kategori “mempermainkan” pelajaran sekaligus guru yang mengajarnya. “Salah satu contohnya adalah : soal isian nomor 7 yang berbunyiAl-‘ajalatu min al-……. “. Jawaban yang benar seharusnya adalah “mina ‘s-syaithōn”, tetapi kamu mengisinya dengan jawaban “mina ‘l-maththōt”, jadi apa maksudmu dengan semua ini, Salim ?!”, hardik sang guru dengan agak marah.

Dengan entengnya si Salim menjawab begini : “Pak, apa yang salah dengan jawaban “al-‘ajalatu mina ‘l-maththōt” ( roda / ban itu terbuat dari karet ), roda / ban memang terbuat dari karet kan pak ?”. “Iya, betul, tetapi al-‘ajalatudisini artinya adalah terburu-buru, bukannya roda atau ban, Salim !, dan arti lengkap pribahasa itu adalah :Terburu-buru adalah salah satu sifat setan”. Lalu apa pula hubungannya antara mahfūzhōt dengan mahfazhōt ?”. Salim sebenarnya sudah tidak mau menjawab lagi, tetapi karena takut iapun menjawabnya juga : “Kan menghafalkan mahfūzhōt itu bikin otak kita jadi pusing … pak, lebih baik mengumpulkan mahfazhōt ( dompet ) sajalah !”. Tapi ngomong-ngomong ngumpulin dompet itu maksudnya apa ya ?  Koleksi dompet atau Korek isi dompet orang ya ? Au .. ah, gelap !  


(14)   Pelajaran “ at-tash-rīf ” yang  serasa  …  cokelat.

Masih ingat atau pernah dengar tentang pelajaran “at-tash-rīf yang diajarkan di madrasah-madrasah model lama ?. Itu lho, ( di kita hanya terbatas pada ) pembahasan mengenai pengubahan fi’l ( kata kerja ) sesuai dengan subjeknya yang berupa dhomīr/dhomā-ir ( kata ganti seperti huwa s/d nahnu ). Sebuah pelajaran yang amat membosankan dan tidak pernah di-link and match-kan dengan pelajaran-pelajaran bahasa arab lainnya.

Tapi aku malah seneng lho belajar tash-rīf, karena romantis !”, kata Hadi suatu kali pada teman sekelasnya, Komar. “Romantis dari Hongkong ?”, tukas lawan bicaranya. “Eeh … nggak percayaan ya kalo dibilangin, ini contohnya : Fi’l mādhi  “kataba” ( menulis ) kalo di-tash-rīf-in kan begini : huwa kataba, humā katabā, hum katabū, hiya ke tebet … “.  “Stop … stop ! Ngaco aja kamu. Mana ada bahasa arab hiya ke tebet, yang ada juga hiya katabat. Tunggu … aku ingat sekarang, pasti hiya ( dia ) disitu maksud kamu adalah si Nurul ya, yang sering main ke Tebet, ke rumah uwa’nya yang tetanggaan dengan rumahmu, iya … kan ?, dasar playboy !”. “Itulah romantisnya belajar tash-rīf. Ngiri … ya kamu ?. Memang agak aneh juga ya, tetapi begitulah. Malah menurut Gombloh yang penyanyi sekaligus pengarang lagu itu : “Bila cinta sudah melekat, pelajaran tash-rīf-pun serasa cokelat”.

(15)   Tak  boleh  ada  dusta dalam  pelajaran “ at-tash-rīf ”.

Lain lagi ceritanya dengan Halimah ( namanya seperti jenis virus ya : H5h ). Siswi gembul yang senang nongkrong di kantin ini paling tidak suka dengan pelajaran tash-rīf ( juga pelajaran-pelajaran yang lainnya ) kecuali seni suara dan pkk yang ada praktek masaknya.      

Suatu hari saat pelajaran tash-rīf berlangsung, tokoh kita ini mendapat giliran untuk men-tash-rīf-kan sebuah fi’l mādhi yang boleh ia pilih sendiri fi’l-nya. Maka pilihannyapun jatuh pada “akala” ( makan ) sebagai fi’l favoritnya. Lalu diapun mulai melantunkan senandungnya dengan lantang : Huwa akala, humā akalā, hum akalū, hiya akalat, humā akalatā, hunna akalna … dst. Tetapi ketika sampai pada bagian sebelum akhir yaitu pada dhomir “anā”, ia berhenti, terdiam dan diam terus. Sang gurupun lantas bertanya mengapa ia berhenti, dan dengan entengnya teman kita ini menjawab : “Pak, berbohong itu kan dosa ya ?, dan aku paling tidak suka berbohong”. “Iya benar, lalu apa hubungannya dengan tash-rīf-mu ini ?, sang guru balik bertanya. “Pak, anā akaltu itu artinya kan : aku (sudah) makan, lalu kalau aku ucapkan kalimat tersebut …  itu sama saja aku berbohong. Sungguh mati pak, dari pagi aku belum makan kecuali cuma sarapan nasi uduk doang !”. Seisi kelaspun riuh dengan gelak dan tawa, kecuali kawan kita ini. Ia mendapat hukuman dengan harus menulis kalimat “Akal-tu ‘s-samakata hattā ro’sihā” ( Aku makan ikan itu sampai bagian kepalanya ) sepapan tulis penuh. Yā bint, dzambak ‘alā bathnak eh … ‘alā gambak ba-ā. But it doesn’t matter …, you’re so amazing, gal !


(16)   “ Fi’l ” terpendek  di  dunia ini  bisa  masuk  MURI  ‘nggak  ya ?

Dua siswa terbaik dari kelas 3 sebuah ponpes yang mulai “modern” ( karena siswa-siswinya diwajibkan berkomunikasi harian hanya dengan bahasa arab dan inggris tok ) terlibat dalam pertarungan dwi bahasa berbentuk tebak-tebakan iseng tak bertajuk. Kadir yang mengaku sebagai Cat Steven ( Yusuf Islam ) dari Bangkalan mewakili zona English, sedang Zulham yang mengaku sebagai ‘Amr Diyab dari Solok mewakili zona Arabic.

Berdasarkan suwitan ( undian jari ), Kadir yang memulai terlebih dahulu. “Cak ham-Zulham, coba cari sebuah kata dalam bahasa inggris, yang antara huruf pertama dan huruf terakhirnya ada … 1 mil !. Hayo, maté sampeyan !” tantang si Kadir dengan logat “British”-nya yang medok. “Mana ada kata yang lebih dari 1 mil, paning bana ambo ni”, fikir si Zulham dalam hati. Beberapa menit berlalu tanpa ada tanda-tanda kehidupan. Dan bersamaan dengan mulai menetesnya keringat dingin serta berakhirnya hitungan kedelapan, Zulham-pun melempar handuk putihnya tanda menyerah. “Jawabannya adalah ……. sMILe. Coba cermati, bukankah antara huruf pertamanya (s)  dan huruf terakhirnya (e) ada … 1 (mil), tak iye ?”, ujar Kadir penuh bangga. Zulham-pun manggut-manggut puas, dan tanpa sungkan iapun mengangkat tangan kanan Kadir tinggi-tinggi dengan penuh sportivitas.

Kini giliran Zulham berlaga. “Ayo uda Kadir, tunjukkan sebuah fi’l ( verb/kata kerja ) yang paling pendek dari bahasa asing apa saja !”. Tak sampai satu menit, Kadir-pun menjawabnya dalam dua bahasa sekaligus dengan keyakinan penuh :Go ( pergilah ) dan qif ( berhentilah )”. “Keduanya masih salah uda, karena go dan qif itu kan masing-masing terdiri dari dua huruf. Masih ada yang lebih pendek lagi kok !”, ujar Zulham. Malu tak malu dan mau tak mau karena tidak juga menemukan jawabannya, akhirnya Kadir-pun memukul matras tiga kali sebagai tanda menyerah. “Jawabannya adalah qi ( lindungilah ) dan ro ( lihatlah ). Bukankah masing-masing fi’l itu hanya terdiri dari satu huruf yaitu (qōf) dan (rō’) !”, tandas Zulham penuh kemenangan. “Masa lupa sich, kan tiap hari selalu kita baca dalam do’a sapu jagat ini :  …. wa qi-nā ‘adzāba ‘n-nār !. Qi adalah fi’l amr dari fi’l tsulātsī mujarrod “waqō” dari kelompok lafīf mafrūq atau multawī, sedangkan ro dari fi’l “ro-ā” yang berasal dari spesies mahmūzh ‘ain/nāqish lām. Sudah ah … capek !” Zulham menambahkan. Wow … mumtāz !, jangan-jangan Zulham ini pernah di Thowalib dan jadi calon penerusnya buya Mahmud Yunus atau buya Hamka nih !?.

(17)   “Pandangan”  pertama  …  saat  kita  berjumpa  !.

Lima orang santri-wan remaja yang sedang asyik menikmati libur akhir tahun mereka di kampung, entah bagaimana mulanya tiba-tiba saja sudah terlibat dalam sebuah obrolan serius tentang masalah cinta.

“Kalian masih pada ingat ‘nggak dengan ungkapan bahasa arab ini : Nazhrotun, fa-‘btisāmatun, fa-salāmun, fa-kalāmun, fa-mau’idun, fa-liqō-un … ( saling pandang, lalu saling tersenyum, lalu saling tegur sapa, lalu ngobrol, lalu bikin janji, lalu ketemuan … ) ?, katanya merupakan proses awal bagaimana dua orang sampai bisa jatuh cinta, tapi aku kok nggak sepenuhnya setuju”, kata Asep, sang tuan rumah. “Kenapa ? kan memang begitu adanya. Coba dengar pantun ini : Dari mana datangnya lintah … dari sawah turun ke kali, dari mana datangnya cinta … dari mata turun ke hati”, timpal si Baim. “Itu dia. Lagi-lagi dimulai dari mata. Lalu bagaimana dengan saudara-saudara kita yang tuna netra ?, sanggah Asep agak trenyuh sehingga yang lainnya jadi ikut terdiam.

“Ok. Kita tinggalkan dulu soal tuna netra ini. Aku mau nambahin ungkapan Asep tadi dengan yang lagi nge-trend akhir-akhir ini, yaitu … fa-‘ttifāqun, fa-khithbatun, fa-zawājun, fa-haflatun, fa-syahru ‘asalin, fa-‘khtilāfun, fa-‘ftirōqun, fa-tahākumun, fa-tholāqun … ( lalu saling cocok, lalu lamaran, lalu menikah, lalu pesta, lalu berbulan madu, lalu bertengkar seru, lalu pisah-rumah, lalu ke pengadilan, lalu … cerai ) iya kan ? kaya para seleb di negeri ini”, kata Jamil sok kritis. Ketika diskusi mereka semakin seru, tiba-tiba seorang pengemis buta muncul dan langsung lenyap setelah menerima shodaqoh. “Itu lihat pengemis buta tadi, meski tidak mempunyai nazhroh ( daya lihat ), tetapi kan masih memiliki bashīroh ( mata hati ), jadi dia masih bisa berkegiatan normal seperti yang lainnya”, si Jamil kembali nyeletuk. “Tetapi yang masih aku ‘nggak mengerti adalah bagimana proses jatuh cintanya mereka ?” kejar si Asep masih penasaran. “Gini … Asep nu kasep, tolong disimak baik-baik ya kata-kata bijak ini : Al-lisānu yanfudzu mā lā tanfudzu-hu ‘l-ibrotu ( lidah/kata-kata itu mampu menembus sesuatu yang tak sanggup ditembus oleh tajamnya jarum, yaitu hati ), artinya senjata para tuna netra itu adalah kata-kata, plus perasaan plus penciuman, faham ?. Tapi ngomong-ngomong kenapa sih Sep, manéh téh ( kamu ini ) peduli amat pada problema kaum tuna netra, jangan-jangan aya naon-naon na yeuh ( ada apa-apanya nih )… ?”, sela Ikin Sodikin penuh curiga. Sang pemikir yang sedari tadi hanya diam saja ini akhirnya ikut buka suara juga.

“Masa kalian pada lupa sih, waktu di kereta tempo hari … si Asep kan beberapa kali mencoba menegur seorang cewek manis – yang duduk di seberang kiri deret kursi kita – dengan cara mengerdipkan mata, tetapi si ‘cah ayu itu kok hanya meneng ae ( diam seribu basa saja ) sehingga membuat Asep semakin penasaran. Ironisnya kita baru tahu kalau ternyata si gadis itu buta ketika ia turun di stasiun Balapan, Solo. Ingat nggak ?” jelas si Iwan membuka rahasia. Oooh … pantas saja !. Rupanya pemeo Love is blind ( Cinta itu buta ) itu memang benar-benar ada ya, dan buta ( raksasa )-nya telah memangsa si Asep yang kemudian terkena sindrom Falling in love at first sight ( Jatuh cinta pada “pandangan” pertama ) lalu hatinya terseret dan terdampar sesat di stasiun Balapan ?. Jadi nasibnya sama dong dengan mas Didi “Cucak Rowo” Kempot yang juga punya kisah sedih di stasiun  yang sama ?!. Aduh … kasihan dech … lu !




Ingat Waktu !

Demi Masa

Kategori

Blog Stats

  • 6.183 hits
Juni 2009
S S R K J S M
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930